Senin, 26 Oktober 2009

CINTA

Cinta tak bisa dilihat
Tapi cinta hanya bisa dirasakan
Cinta.... akankah datang padaKu
Cinta.... akankah menghampiriKu
Aku sendiri pun tak pernah tahu

Disaat Aku masih menanti cintanya
Cinta seorang kekasih sejatiKu
Ya....Aku akan tetap menanti cinta itu

Cinta ...yang selama ini tersimpan di dalam lubuk hatiKu
Tersembunyi di sudut relung hati kecilKu

Aku tahu,ini tak mudah untukKu
Menyimpan sejuta angan untuk meraih cintanya
Meraih semua impian disaat Aku ingin bersamanya
Aku hanya bisa berdoa kepadaNya
Semoga satu hari nanti Dia akan menyadarinya
Satu hal dimana Aku mencintainya
Dan tetap inginkan Dia menjadi pangeran dihatiKu

Sabtu, 10 Oktober 2009

Sholawat dalam menghadapi kesulitan hidup

Dari buku 'Bersholawat untuk Mendapat Keberkahan Hidup' karya Yusu bin Ismail an-Nabhani, terdapat beberapa sabda Nabi saw yang berkaitan dgn mengatasi kesulitan hidup..

"Barangsiapa yang kesulitan dalam menghadapi persoalannya, maka hendaklah ia memperbanyak membaca sholawat untukku, karena sesungguhnya ia dapat menghilangkan kesusahan, kesedihan dan kesulitan-kesulitan hidup serta menambah luas pintu rezeki dan meluluskan beberapa permintaan."

"Barangsiapa kesulitan dalam menghadapi sebuah permasalahan, maka hendaklah ia memperbanyak bacaan sholawat, karena sesungguhnya sholawat dapat mencairkan belenggu-belenggu dan menghilangkan kesusahan-kesusahan."

ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA SAYYIDINA WA MAULANA MUHAMMAD...
Jangan fokus pada yang Negatif... :)

Mengapa harus bingung dengan kekurangan dan kelemahan yang kita miliki… Karena kita juga memiliki kelebihan dalam aspek lainnya.
Di sisi lain kita juga tidak bisa memandang rendah orang lain karena kelemahan dan kekurangan mereka…

Atha` bin Rabah adalah orang yang pandai dalam urusan dunia pada masanya, walaupun ia adalah budak berkulit hitam, berhidung pesek, dan lumpuh.

Bahkan para Nabi yang mulia dulunya adalah para penggembala,
Nabi Dawud as hanyalah seorang tukang besi,
Nabi Zakaria as seorang tukang kayu,
Nabi Idris as adalah seorang penjahit…
Kendati demikian, mereka adalah manusia pilihan dan terbaik…

(diceritakan ulang dari `Be Your Self` karya Syekh Aidh bin Abdullah al Qarni)

Hidup adalah belajar… belajar dari diri sendiri, belajar dari orang lain..

Sabtu, 03 Oktober 2009

15 Perkara Penyebab Bencana Indonesia

Gempa bumi, tsunami, gunung meletus, bendungan jebol, jembatan ambruk dan masih banyak lagi bencana yang terjadi di sekitar kita. Secara umum kita menyebutnya bencana alam, tapi apakah hanya sampai disana cara berfikir kita? Tentu tidak, dalam hati kita bertanya-tanya, kenapa, ada apa dan lain sebagainya pertanyaan dalam benak kita tentang kejadian alam atau bencana yang akhir-akhir ini terjadi di negara tercinta Indonesia ini, bahkan hampir di semua permukaan bumi ini. Para ilmuwan sering berdalih bahwa bumi ini sudah tua, bahwa ini gejala alam biasa yang terjadi setiap sekian tahun, bahwa ini adalah hal yang tak terduga, dan masih banyak lagi "bahwa-bahwa yang lain". Ada akibat pasti ada sebab, akibatnya terasa oleh manusia, jelas sebabnya juga berasal dari manusia. "Tidak ada suatu perkara yang terjadi kecuali berasal dari diri kita sendiri" begitulah orang bijak menyampaikan. Bahkan Rosululloh SAW pernah mengingatkan umatnya tentang hal ini. Rasulullah SAW bersabda : "Bila umatku sudah melaksanakan 15 perkara maka bencana sudah pasti terjadi, yaitu:

1. Bila barang negara sudah diakui/dimiliki oleh orang-orang tertentu;
2. Barang amanat jadi Ganimah (temuan);
3. Mengeluarkan zakat dianggap musibah bagi sikaya;
4. Suami sudah tunduk patuh terhadap istrinya untuk mengerjakan sesuatu yang keluar dari syariat (ajaran islam);
5. Anak menyakiti kedua orang tuanya sementara kepada temannya berlaku baik;
6. Terjadi permusuhan caci mencaci antara jamaah mesjid karena perbedaan masalah/pendapat yang bukan prinsip yang mereka pegang;
7. Diantara yang menjadi memimpin umat baik yang memimpin masyarakat atau agama bukan dari keturunan yang baik-baik;
8. Seseorang memuliakan seseorang karena takut kejelekannya bukan karena wibawa atau karena akhlak dan ilmunya;
9. Orang mabuk dan maksiat sudah terlihat dimana-mana;
10. Seorang pria sudah senang memakai pakaian yang biasanya dipakai wanita;
11. Kedua orang tua diperlakukan seperti pembantu di dalam rumah tangga;
12. Sarana untuk maksiat tersebar dimana-mana, seperti bar, kasino, diskotik dan warung remang-remang;
13. Dancing, dugem dan hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi sudah dianggap kesenian belaka bahkan hiburan yang baik;
14. Bila umat akhir zaman sekarang ini sudah mencaci maki dan tidak menghiraukan pendapat-pendapat mereka (para ulama);
15. Bila umat akhir zaman semuanya sudah ingin berlomba-lomba menjadi seorang selebritis/penyanyi yang terkenal;

Semua ini mengundang bencana, bila itu sudah terjadi/dilaksanakan oleh penduduk di dunia akan terjadi gempa bumi besar-besaran dan amblasnya suatu tempat/perkampungan ditelan bumi dan datangnya bencana tersebut rajfatan di tengah malam ketika manusia terlelap dalam tidur".
Saatnya kita mengevaluasi diri kita sendiri, keluarga, lingkungan di sekitar kita, jika 15 perkara tadi sudah jelas didepan mata kita, selayaknya kita sebagai muslim saling mengingatkan dan memperbaiki. Jangan dulu berfikir bagaimana mengubah keadaan dunia, atau mengubah keadaan negara, atau mengubah keadaan masyarakat, atau mengubah keadaan keluarga, tapi mulailah mengubah diri kita sendiri kembali kejalan yang sesuai dengan syariat Islam.

Ingat firman Allah SWT dalam surah Ar-Ruum ayat 41 :

Artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”

Mudah-mudahan keselamatan dan kedamaian terwujud setelah kita mengusir 15 perkara diatas. Insya Allah...
Sebarkan, copy paste, re-publish bagi siapa saja yang membaca artikel ini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk saling mengingatkan ke jalan yang benar sesuai dengan syariat Islam.
Penyebab Terjadinya Gempa Dalam Perspektif Rasulullah SAW
Diceritakan oleh Abu Huraerah ra., Bersabda Rasulullah SAW, :
• Dimana sudah terjadi uang pajak negara merupakan harta yang berjatuhan berhamburan (maksudnya: siapa saja yang memungutnya, dialah yang memakannya).
• Dimana amanat sudah merupakan harta ghanimah (maksudnya, siapa saja yang menerima amanat untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, namun dia sendirilah yang memakannya).
• Dimana pembayaran zakat seperti yang harus dilakukan dengan sitaan (mungkin, karena sulitnya, para hartawan tidak mengerti kewajibannya).
• Dimana orang sangat giat menuntut ilmu bukan untuk kepentingan agama
• Dimana suami sudah tunduk dikomando oleh istrinya
• Dimana sudah terjadi orang lebih dekat dan akrab dengan kawan-kawannya tetapi tidak terhadap ibunya dan bapaknya
• Dimana sudah terjadi tiada kekhidmatan di dalam mesjid
• Dimana sudah terjadi yang diangkat sebagai pemimpin kabilah (golongan/bangsa) , sesungguhnya adalah orang-orang fasik di golongan mereka (mungkin maksudnya, tidak loyal kepada golongan/masyarakat /bangsanya)
• Dimana sudah terjadi orang-orang yang diangkat menjadi pemimpin kaum (bangsa) yang imannya lemah
• Dimana sudah terjadi seseorang dihormat oleh orang banyak hanya karena takut akan kejahatannya
• Dimana sudah terjadi para ahli seni suara (biduan-biduanita), sangat ditonjolkan dan dimuliakan
• Dimana sudah terjadi bidang-bidang hiburan sangat diutamakan
• Dimana sudah terjadi minuman keras dilazimkan
• Dimana sudah terjadi segala kesalahan dan kegagalan dilemparkan dan ditimpakan kepada generasi yang mendahuluinya
• Dimana itu semua sudah terjadi, maka tunggulah :
• Akan datang kepadamu angin merah (mungkin;taufan, kebakaran, penyakit, hama tanaman atau peperangan)
• AKAN BANYAK GEMPA
• AKAN TERJADI BANYAK TANAH LONGSOR
• Akan banyak hal-hal yang akan merubah roman muka manusia lebih buruk dari semula
• Akan banyak hujan batu (mungkin karena gunung meletus atau bom karena perang)
• Dan akan terus diikuti berturut-turut dengan hal-hal lainnya, bagaikan kalung mutiara yang putus talinya
(HR. Tirmidzi – Dalam Kitab Duratun-Nashihin : 158)


Bencana Menurut Perspektif Islam

Tidak ada di kalangan manusia yang suka pada bencana. Kerana bencana itu sangat menyusahkan manusia.Kerana itulah manusia bersedih sedih hati dengan bencana.Walaupun demikian tidak ada di kalangan manusia baik itu secara perseorangan maupun secara kelompok, dapat mengelak atau dapat terlepas daripada bencana, sekalipun dia seorang yang berkuasa atau seorang yang kaya. Cuma ada orang yang ditimpa bencana sekali-sekali saja, ada yang selalu, ada yang ringan, ada yang berat, ada terjadi pada dirinya, keluarga dan harta bendanya atau kedudukannya dan lain-lain lagi. Diantara bencana-bencana itu mana yang lebih berbahaya?Sebenarnya bencana terbagi menjadi dua:

Pertama: Yang bersifat hissi atau bersifat lahir
Bencana ini berbagai macam bentuknya, di antaranya seperti sakit, harta hilang, kematian keluarga yang tercinta, difitnah, dipermalukan, dipukul orang, jatuh miskin, turun pangkat, perniagaan rugi, diPHK, harta musnah oleh bencana alam, tidak naik pangkat, dipenjara dan lain-lain.

Kedua: Yang bersifat maknawi atau rohani
Berbagai macam bentuk pula, di antaranya seperti melupakan ilmu yang telah dipelajari, tercabut iman, atau iman berkurang, ilmu tidak diamalkan, iman tercabut yang ada hubungan dengan akidah. Iman merosot karena beberapa sebab, diantaranya seperti ada amalan yang biasa dikerjakan tidak dikerjakan,atau memlakukan dosa baik itu kecil maupun besar. Dosa itu, ada dosa lahir dan ada dosa batin.Di antara dosa-dosa itu ialah seperti berzina, riba, korupsi,mencuri, menipu, minum arak, judi, mengumpat, memfitnah,menghina, menghasut, hasad, tamak, bakhil, pemarah, mengadu domba dan lain-lain.
Di antara dua bentuk bencana ini, bencana yang paling berbahaya ialah bencana yang bersifat rohani dan maknawi, karena bencana ini akan membawa ke Neraka.Sebaliknya bencana yang bersifat hissi tidak membawa ke Neraka. Bahkan mungkin menguntungkan karena mungkin dapat menghapuskan dosa atau mendapat derajat di dalam Syurga, asalkan pandai menerimanya.
Oleh karena itu bencana yang bersifat rohani dan maknawi ini sangat dibenci dan wajib dijauhi. Maksudnya, setiap dosa adalah bencana, maka wajib dijauhi. Tapi bencana yang bersifat hissi tidak perlu dibenci. Ia hanya menyusahkan. Dan tidak menjadi satu kesalahan untuk berusaha mengelaknya. Juga tidak salah kalau setelah ditimpa suatu bencana, kita berusaha menghilangkannya karena bagi orang yang lemah iman dan tidak tahan dengan ujian dapat jatuh pada dosa atau tercabut iman dengan ujian yang berat itu.

Tapi bagi orang yang mampu berhadapan dengan ujian atau orang yang imannya kuat, tidak salah pula untuk tidak berusaha menghilangkannya. Karena sifat redha dengan ketentuan Allah itu salah satu sifat terpuji. Ia merupakan sifat-sifat Rasul. Dan itu pahalanya amat besar di sisi Allah yang Maha Pemurah.
Di akhir zaman ini oleh karena kebanyakan umat Islam sudah jahil dengan ilmu agama, kemudian cinta dunianya pula begitu mendalam, maka mereka hanya terpaut dan terpengaruh dengan kehidupan yang terdekat yaitu dunia ini. Kehidupan di Akhirat sekadar tahu adanya Akhirat, namun hatinya tidak ke sana. Timbullah acuh tak acuh dengan Akhirat. Maka timbullah salah berfikir. Kita memandang perkara yang terdekat itu amat besar dan serius sekali. Nikmatnya pun dipandang besar. Bencananya pun dipandang besar. Akibatnya nikmat dan bencana di Akhirat dipandang kecil saja. Maka sebab itulah kita lupa daratan dengan nikmat dunia. Terasa sangat menderita dengan bencana dunia. Justeru itu banyak dikalangan umat Islam apabila ditimpa bencana yang bersifat hissi di dunia ini, seperti sakit, miskin, dipecat, tidak naik pangkat, turun pangkat, difitnah, hilang harta, rugi di dalam perniagaan, dipukul, dipenjara dan lain-lain, masya-Allah bukan main sedihnya. Derita jiwanya, kusut fikirannya, marah-marah saja, merungut-rungut, tidak bahagia, gelisah, rasa kesal tidak sudah. Mengadu di sana, mengadu di sini, jumpa siapa saja diluahkan perasaan susahnya. Kekusutan fikirannya sampai begitu terlihat sekali, kelihatan pada wajahnya. Melakukan apa saja serba tidak kena. Begitulah perasaan kecewa dengan ujian itu.
Bila iman tiada atau iman terlalu lemah, kemudian langsung putus asa. Ada yang mau bunuh diri untuk menyelesaikan masalahnya. Dia pikir dengan cara itu dapat menyelesaikan masalah. Dia ditipu oleh syaitan terkutuk karena memandang besarnya dunia ini. Tersesat jalan di dunia ini, dan ke Neraka akibatnya. Wal’iyazubillah.

Bagi orang Islam yang kuat imannya, dengan ujian dan bencana dunia ini yang bersifat hissi, dia tidak begitu ambil pusing. Bahkan bagi golongan muqarrobin dan siddiqin seperti para nabi, para Sahabat dan para auliya, mereka sangat terhibur dengan ujian dunia itu. Mereka merrasa dosa mereka terampuni dengan ujian dunia dan bencana itu.

Contohnya cerita di bawah:

Di zaman Rasulullah SAW, ada seorang perempuan mempunyai tiga orang anak lelaki. Dia sanggup melepaskan semua anaknya ke medan perang. Dia tersenyum ketika anak sulung dan anak keduanya mati syahid di medan perang. Dia menangis apabila diberitahu bahwa anak bungsunya turut mati syahid. Bila ditanya mengapa dahulu senyum, sekarang baru menangis, beliau menjawab, “Aku sedih karena tiada lagi anak yang hendak kukorbankan untuk jihad fisabilillah.” Umat Islam di zaman gemilang dan di zaman keemasan terutama di sekitar 300 tahun selepas Rasulullah SAW, mereka sangat sensitif dengan bencana yang bersifat maknawi dan rohani.

Mereka sangat memandang besar akan bencana itu. Mereka terlalu takut dengan ujian yang bersifat maknawi dan rohani itu. Jiwa mereka sangat tersiksa dengan ujian itu. Bahkan bencana yang bentuk ini, belum datang pun mereka amat takut kalau-kalau di masa depan akan ditimpa dengan bencana ini, baik itu secara sedar atau tidak. Karena bencana ini adalah dimurkai oleh Allah dan kalau Allah tidak mengampuni, akan ke Neraka, wal’iyazubillah.

Justeru itulah jika mereka ditimpa bencana ini, hati mereka menderita.Mereka menangis mengalirkan air mata. Hilang selera makan, hilang rangsangan dengan isteri, tidak senyum berbulan-bulan. Mereka akan tebus dengan apa sahaja kebaikan bahkan jika mereka tertinggal amalan yang sunat sekalipun mereka merasa telah berdosa, mereka merasa ini adalah satu bencana.

Hayati cerita di bawah ini:

“Pada suatu hari, Sayidina Abu Bakar pergi ke kebunnya untuk melihat hasil tanamannya itu. Dilihatnya pohon-pohon dan tanamannya banyak yang sudah berbuah. Karena terlalu asyik melihat buah-buahnya yang sudah masak itu, beliau terlena dan tertinggal shalat berjemaah Ashar bersama Rasulullah SAW. Dengan rasa takut dan kesal yang tidak terkira, kebun itu langsung diwakafkan untuk umat Islam dan digandakan shalatnya sebanyak 70 kali.”
Sebaliknya kebanyakan umat Islam di akhir zaman ini tidak sensitif dengan bencana maknawi dan rohani. Kita tidak terasa apa-apa dengan bencana ini. Kita rileks saja. Kita tidak merasa bersalah bahkan ada yang melupakan sama sekali seolah-olah bencana ini tidak terjadi dan tidak pernah terjadi kepada dirikita.

Sebagai contoh, kita tidak terasa bencana apabila meninggalkan shalat atau terlewat shalat. Kita tidak terrasa bencana dengan mengumpat, dengan memfitnah, dengan menghina, dengan mendurhakai ibu bapak, kepada guru, dengan zina, berbohong, dengan menipu, dengan korupsi, dengan membuka aurat, dengan pergaulan bebas, dengan tidak berzakat, tidak berpuasa, dengan sombong, riyak, dengan tamak, bakhil, dengan pemarah, berdendam, hasad dengki, mengadu domba, menghasut, bertengkar, membunuh, riba, tidak belajar, tidak berbelas kasihan, tidak tenggang rasa, tidak bertoleransi, tidak sabar, tidak pemurah, tidak redha, tidak membantu orang dan lain-lain.

Oleh karena bencana maknawi dan rohani ini tidak dianggap dan tidak dipandang bencana, maka adakalanya dianggap kebiasaan dan diamalkan setiap hari hingga dijadikan budaya. Sebagai contoh, bila kita berkumpul-kumpul, mengumpat dan mengatai orang sering kita dengar bersama, tertawa bersama, rasa senang bersama, sambung-menyambung antara satu sama lain mengumpat orang lain. Adakalanya yang diumpat itu kawan sendiri,ibu ayahnya, gurunya, pemimpin sendiri, isteri dan suami sendiri, hingga terlewat atau tertinggal shalat. Bertambah lagi membesar bencana itu yang tidak lagi dianggap bencana. Kemudian setelah selesai ada yang menipu orang, ada yang pulang ke rumah marah-marah pada isteri, membentak-bentak tidak menentu Bertambah merebak lagi bencana itu, ibarat orang sakit, sakitnya telah kronik. Namun tidak terasa itu adalah bencana yang memecah-belah rumah tangga, keluarga, satu masyarakat, satu bangsa kemudian akhirnya terjun ke Neraka.